Selasa, 26 Maret 2013

Mengenal Anak hyperaktif



Apa Itu Anak Hiperaktiv?
Anak hiperaktiv adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD). Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik. Dahulu kondisi ini sering disebut minimal brain dysfunction syndrome.

Apa Itu Gangguan Hiperkinetik atau GPPH/ADHD ?
Gangguan hiperkinetik adalah gangguan pada anak yang timbul pada masa perkembangan dini (sebelum berusia 7 tahun) dengan ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian, hiperaktiv dan impulsif. Ciri perilaku ini mewarnai berbagai situasi dan dapat berlanjut hingga dewasa.

Apakah Ada Ciri-ciri Lain Yang Menyertai Gangguan Hiperkinetik (GPPH/ADHD) ?
Ciri-ciri lain yang sering menyertai gangguan hiperkinetik adalah :
§ Kemampuan akademik tidak optimal
§ Kecerobohan dalam hubungan sosial
§ Kesembronoan dalam menghadapi situasi yang berbahaya
§ Sikap melanggar tata tertib secara impulsif
Bilamana Anak Disebut Menderita Gangguan Hiperkinetik (GPPH/ADHD)?
§ Mengalami kesulitan berkonsentrasi dalam belajar, mendengarkan guru dan permainan.
§ Hiperaktivitas, selalu bergerak dan tidak bisa tenang
§ Impulsivitas, melakukan sesuatu tanpa dipikir terlebih dahulu

Berbagai Tipe Hiperkinetik atau GPPH/ADHD :
§ Tipe sulit konsentrasi
§ Tipe hiperaktiv - impulsiv
§ Tipe kombinasi
Apa Akibatnya Bila Anak Menderita Gangguan Hiperkinetik (GPPH/ADHD)?
§ Anak tidak dapat mengikuti kegiatan belajar dengan baik
§ Anak sering tidak patuh terhadap perintah orang tua
§ Anak sulit didisiplinkan
Apabila Gangguan Hiperkinetik (ADHD) Tidak Diobati maka akan :
Menimbulkan hambatan penyesuaian perilaku sosial dan kemampuan akademik di lingkungan rumah dan sekolah, sehingga dapat mengakibatkan perkembangan anak tidak optimal dengan timbulnya gangguan perilaku di kemudian hari.

Kondisi Lain yang Menyertai Gangguan Hiperkinetik :
§ Gangguan tingkah laku
§ Gangguan sikap menentang
§ Depresi
§ Gangguan cemas
§ Kesulitan belajar
§ Retardasi mental
§ Gangguan pemusatan perhatian (disorder of attention)
§ Gangguan pengendalian motorik (disorder of motor control)
§ Gangguan persepsi (disorder of perception /DAMP)
§ Autisme
Bagaimana Cara Menanggulangi Anak Hiperaktiv ?
Memiliki Pandangan yang Benar Tentang Anak Hiperaktiv
Tingkah laku hiperkinetik bukan kesalahan anak, hal ini disebabkan oleh kegagalan pemusatan perhatian dan pengendalian diri akibat dari hambatan kematangan fungsi otak
Hasil pengobatan akan lebih baik apabila orang tua/guru dapat bersikap tenang dan menerima keadaan ini
Anak hiperkinetik membutuhkan bantuan lebih banyak untuk dapat tetap tenang dan mampu memusatkan perhatian di rumah maupun di sekolah. Beberapa anak hiperkinetik dapat tetap berlanjut mengalami kesulitan ini sampai usia dewasa, namun sebagian besar anak mampu menyesuaikan diri dengan lebih baik .
Mengarahkan Tingkah Laku Anak
Guru / orang tua perlu memberikan umpan balik positif atau penghargaan ketika anak mampu memusatkan perhatian dengan baik
Hindari pemberian hukuman secara berlebihan dan emosional. Disiplin harus diberkan seefektif mungkin
Membantu anak untuk berkonsentrasi lebih baik (misal : tidak diberikan tugas terlalu banyak, anak dihindarkan dari suasana yang dapat mengalihkan perhatiannya)
Aktivitas fisik dan olah raga dapat membantu untuk menyalurkan energi yang berlebihan
Guru dan orang tua perlu bekerja sama dalam mengarahkan tingkah laku anak tersebut
Pengobatan
Pemberian psikostimulan dapat memperbaiki konsentrasi dan mengurangi aktivitas yang berlebihan
Kriteria Pedoman Diagnosis Gangguan Hiperkinetik
• Tidak dapat berkonsentrasi
• Paling sedikit terdapat 6 gejala yang menetap minimal selama 6 bulan dari gejala berikut ini :
• Tidak mampu memberikan perhatian pada yang hal-hal kecil, sering membuat kesalahan yang sesungguhnya tidak perlu terjadi pada waktu mengerjakan tugas sekolah
• Tidak mampu memusatkan perhatian secara terus menerus pada waktu menyelesaikan tugas atau bermain
• Sering tampak tidak mendengarkan
• Sering tidak dapat mengikuti perintah dan gagal menyelesaikan tugas sekolah atau tugas lainnya
• Sering mengalami kesulitan untuk mengatur tugas atau aktivitas lainnya
• Sering menolak atau tidak menyukai tugas yang memerlukan perhatian terus menerus
• Sering kehilangan barang-barang yang diperlukan
• Perhatiannya mudah beralih oleh rangsang dari luar
• Sering lupa dalam menyelesaikan tugas sehari-hari
2. Hiperaktivitas dan Impulsifitas
Paling sedikit terdapat 6 gejala yang menetap minimal selama 6 bulan dari gejala berikut :
Hiperaktivitas
Tidak dapat duduk diam, tangan/kakinya tidak dapat diam Sering meninggalkan tempat duduk pada waktu mengikuti kegiatan didalam kelas atau kegiatan lainnya yang mengharuskan tetap duduk .
§ Berlari-lari atau memanjat secara berlebihan
§ Tidak dapat mengikuti aktivitas dengan tenang
§ Selalu 'bergerak terus' atau berlaku bagaikan didorong oleh 'mesin'
§ Sering banyak bicara
Impulsivitas
§ Terlalu cepat memberikan jawaban, sebelum pertanyaan selesai didengar
§ Sulit menunggu giliran
§ Sering melakukan interupsi atau menganggu orang lain

3. Gejala tersebut terjadi sebelum usia 7 tahun

4. Gejala-gejala tersebut terjadi pada lebih dari satu situasi (di rumah, sekolah, dll)

5. Gejala-gejala tersebut secara klinis nyata menimbulkan kendala dalam kegiatan sosial, akademik, dan tugas-tugas lainnya

6. Gejala-gejala tersebut tidak diakibatkan oleh gangguan perkembangan pervasif, skizoprenia, gangguan psikosa lainnya, dan gangguan jiwa yang lain


MENUMBUHKAN PERCAYA DIRI ANAK




Rasa percaya diri merupakan pelindung bagi seorang anak, dalam menghadapi berbagai tantangan dihadapannya kelak. Anak-anak yang merasa bahagia akan keadaan dirinya, akan mudah saat menghadapi konflik dan tahan terhadap hal-hal negatif.

Seorang anak yang percaya dirinya cukup tinggi, akan menikmati kehidupannya, ia akan lebih bersikap realistis, positif dalam memandang suatu masalah dan umumnya optimis dalam menghadapinya.

Sebaliknya seorang anak yang kurang puas dengan kondisinya, akan merasa cemas dan frustasi menghadapi tantangan ke depan. Anak-anak yang berpikir buruk tentang dirinya pun, akan mengalami kesulitan menemukan cara untuk menghadapi masalah.

Karena itu, sebagai orangtua Anda berkewajiban untuk membuat kehidupan si kecil selalu bahagia, sehingga ia memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan optimis dalam menatap masa depannya.

Rasa percaya diri juga dibangun lewat pola asuh, saat memasuki usia balita, mulailah memberikan kebebasan pada si kecil untuk melakukan sesuatu secara sendiri. Sehingga ia pun secara tak langsung akan mulai menghargai diri sendiri berkat kemampuannya tersebut.

Misalnya saat ia mulai makan sendiri, pada awalnya mungkin akan berantakan. Bila kita membiarkannya terus mencoba, meski harus gagal berkali-kali, ketika akhirnya ia mampu melakukannya dengan baik, konsep dirinya akan terbentuk bahwa ia pun mampu melakukan sesuatu dengan baik.

Dalam berinteraksi dengan orang lain, rasa percaya diri memegang peranan penting. Di sini keterlibatan orangtua diperlukan, untuk menolong si kecil membangun interaksi yang baik dengan orang lain. Semakin pandai ia membaur di suatu lingkungan, semakin tinggi rasa percaya dirinya.

Seorang anak yang merasa tidak dicintai, akan berkembang menjadi seseorang yang kurang menghargai dirinya. Begitu pun anak yang dicintai tapi merasa merasa ragu dengan dirinya sendiri, pada akhirnya akan kurang mampu menghargai diri dan rasa percaya dirinya pun rendah.

Sangat wajar bila seorang anak memiliki rasa percaya diri yang masih fluktuatif, dan terus belajar melalui pengalamannya. Lingkungan juga akan membentuk persepsi baru tentang dirinya, sehingga ada baiknya orangtua terus mencermati perkembangan rasa percaya diri buah hatinya.

Berikut ciri-ciri seorang anak yang memiliki rasa percaya diri rendah:

1. Cenderung enggan melalukan sesuatu yang baru.
2. Sering menilai buruk dirinya sendiri, dengan mengatakan "Saya memang bodoh, saya memang buruk" atau "Enggak ada gunanya saya belajar ini" dan "tidak ada yang memperhatikan aku".
3. Mudah menyerah, menunggu orang lain yang melakukan dan takut bersaing dengan teman sebayanya.
4. Menunjukkan toleransi yang rendah dan mudah frustasi.
5. Tidak kuat menghadapi kritikan dan mudah kecewa dengan keadaan dirinya.
6. Cenderung menarik diri dan bersikap pesimis.

Tanda-tanda anak yang percaya dirinya tinggi:

1. Mampu menghargai dirinya sendiri, dengan selalu bergembira saat bersama teman-temannya.
2. Merasa nyaman dan bersemangat dalam kegiatan berkelompok, maupun kegiatan sendiri.
3. Senang menghadapi tantangan dan mampu mencari solusinya.
4. Mampu bersuara lantang, tanpa bermaksud sombong maupun melecehkan orang lain.
5. Lebih suka mengatakan 'saya tidak tahu cara mengerjakannya' daripada 'saya memang bodoh, tak bisa melakukannya'.
6. Mampu menerima apa adanya, sesuai dengan kelebihan dan kelemahan diri tapi tetap memandangnya dengan optimis.

Untuk meningkatkan percaya diri si kecil, apa yang dapat Anda lakukan?

- Perhatikan ucapan Anda
Anak-anak sangat sensitif dengan ucapan orangtuanya, terus menghargai usaha si kecil untuk mencapai sukses. Bila ia mengalami kegagalan, hibur lah dengan mengatakan 'lain kali kalau kamu berusaha lebih keras lagi, pasti berhasil' atau 'meski tidak berhasil, tapi Mama bangga dengan usaha kamu'. Hiburlah ia dengan menghargai usahanya, tanpa memberi harapan yang terlalu jauh.

- Jadilah model yang positif
Orangtua adalah cermin anak, sehingga bila Anda pesimis dan tidak yakin dengan kemampuan diri, maka si kecil pun akan melakukan hal yang sama. Karena itu tingkatkan terus percaya diri Anda, agar bisa menjadi contoh bagi si kecil.

- Kenali dan pahami buah hati Anda
Bantulah si kecil untuk membentuk rasa percaya diri yang lebih akurat dan realistis, sehingga ia memiliki konsep diri yang lebih sehat. Sebab bila dibiarkan, persepsi diri yang tak akurat akan membekas hingga ia beranjak dewasa.

Misalnya saat si kecil mendapatkan nilai jelek di pelajaran matematika dan mengatakan, 'aku tidak bisa matematika, aku bodoh'. Maka masalahnya bukan hanya ia tak bisa, tapi juga kepercayaan dirinya yang rendah sehingga selalu gagal.

Bantulah dengan memberinya dukungan, seperti 'Kamu murid yang baik dan sudah melakukan hal yang tepat, kalau memang kamu butuh bantuan kita bisa melakukannya bersama-sama. Sehingga kamu bisa mengerjakan tugas lainnya'.

- Bersikaplah spontan dan mesra
Suntikan rasa cinta pada si kecil sehingga ia mampu membangun citra dirinya secara positif, jangan ragu pula memberinya pelukan. Katakan bahwa Anda bangga dengan usaha yang ia lakukan, katakanlah dengan tulus karena ia tahu mana perkataan Anda yang jujur dan mana yang tidak.

- Beri sambutan yang positif dan tepat
Hindari menggunakan kata-kata negatif yang membuat si kecil mempercayainya, akan lebih baik bila Anda mengatakan yang jauh lebih baik. Misalnya, 'Kamu boleh membantu, tapi hati-hati dan lakukan yang kamu mampu'. Pernyataan ini untuk mengakui perasaan si kecil dan menghargai pilihan yang dilakukannya, sehingga lain kalli ia dapat belajar mengungkapkan perasaannya.

- Ciptakan lingkungan pengasuhan yang nyaman di rumah
Seorang anak yang merasa tidak aman atau mengalami kekerasan dalam rumah, akan menderita dan membuatnya tidak menghargai diri sendiri. Anak yang sering melihat orangtuanya bertengkar akan mengalami depresi dan menarik diri.

- Pastikan si kecil mendapatkan lingkungan yang nyaman
Perhatikanlah apakah ada tanda-tanda kekerasan yang dialami si kecil dari orang lain, atau masalah di sekolahnya. Apakah berkelahi dengan teman sebaya dan faktor potensial lain yang mengganggu rasa percaya dirinya. Anda harus sensitif dengan tanda-tanda seperti ini.

- Berikan kegiatan yang membangun rasa percaya diri
Ikutsertakan si kecil ke berbagai kegiatan yang membangun kebersamaan, dibanding kompetisi. Ini akan membantunya membangun rasa percaya diri dan menghargai dirinya. Ikut sertakan kegiatan di mana anak yang lebih besar membantu yang lebih kecil, misalnya membaca buku, menalikan sepatu, memasang kancing dan lain-lain.
(Sumber: artikel Psikologi)

Teknik Mengajar: Menggunakan Sumber-Sumber di Sekitar Kita


Metode mengajar yang seperti apakah yang paling efektif? Jawabannya tergantung pada anak-anak yang ada di kelas. Beberapa anak bisa mendengarkan dan belajar. Anak-anak yang lain bisa belajar dengan langsung mempraktikkannya. Beberapa anak lainnya bisa belajar dengan baik melalui cara-cara mereka sendiri. Anak-anak yang lain lagi perlu interaksi dalam kelompok supaya bisa belajar. Teknik mengajar berikut ini mungkin bisa memberi Anda ide-ide untuk memanfaatkan sumber-sumber di sekitar yang bisa Anda gunakan di kelas Anda.
Gunakan pendekatan aktif dan pasif secara bergantian. Misalnya, Anda bisa memulainya dengan "Brain Teasers" (pemanasan). Anda bisa memulai dengan pelan-pelan menyebutkan semua ciptaan Tuhan. Lanjutkan dengan cerita Alkitab di mana anak-anak mendengarkan dengan tenang dan menjawab pertanyaan. Anda bisa menggunakan permainan untuk membantu anak-anak mempelajari ayat hafalan. Pendekatan ini bisa dirancang terlebih dahulu dan membantu mencegah kebosanan.
Gunakan tempat terbuka. Anak-anak menyukai kegiatan di luar ruangan. Anda bisa mengajarkan tentang kehidupan pada zaman Alkitab dengan membagikan roti yang telah dipotong-potong dan duduk-duduk di taman dengan beralaskan tikar. Anda juga bisa menceritakan kembali cerita "Manusia Jatuh ke Dalam Dosa" (Kejadian 3), atau biarkan anak-anak bermain-main di taman. Pastikan tidak ada anak yang tertinggal pada saat Anda meninggalkan taman tersebut.
Gunakan musik. Ajaklah pemain gitar, piano, atau keyboard untuk memimpin pujian yang akan membantu anak-anak mempelajari Alkitab atau Sepuluh Hukum Tuhan. Beranikan diri dan pimpinlah sendiri kegiatan ini.
Gunakan seni. Anak-anak senang mengekspresikan diri mereka sendiri. Pilihlah suatu kegiatan yang bisa mereka kerjakan sendiri atau yang membutuhkan sedikit pengawasan untuk membangun percaya diri mereka. Mereka bisa membuat suatu gambar yang menunjukkan apa yang telah mereka pelajari. Mereka bisa mewarnai gambar atau menulis ayat hafalan di kertas papirus dengan menggunakan tinta dan stik.
Gunakan pengulangan. Pilihlah suatu aktivitas cerita Alkitab, "Brain Teaser", ayat hafalan, dan permainan yang menekankan pelajaran yang sama dengan yang Anda ajarkan hari itu.
Gunakan peralatan visual. Siapkan suatu tantangan yang cukup besar (seukuran tembok), misalnya mengingat Sepuluh Perintah Tuhan. Buatlah daftar kitab dalam Alkitab di tembok tersebut. Cetaklah gambar-gambarnya dan gantungkan di tembok untuk mengingatkan anak-anak pada apa yang telah mereka pelajari atau biarkan anak-anak menggambar apa yang telah pelajari dan menggantungkannya di tembok.
Menghapal Alkitab. Berikan daftar ayat hapalan yang telah mereka pelajari bulan lalu dan mintalah mereka untuk menemukan ayat-ayat tersebut di Alkitab. Anda juga bisa minta mereka untuk menemukan suatu kitab yang namanya sama dengan tokoh wanita dalam Alkitab dan satu kitab yang namanya sama dengan tokoh pria dalam Alkitab. Siapa yang lebih dulu menemukan, suruhlah berdiri.
Gunakan kegiatan individul. Setiap Minggu, jadwalkan setidaknya satu kegiatan yang meminta setiap anak untuk belajar secara individu. Setiap anak bisa mengatakan ayat hafalan itu sendiri selama perlombaan. Setiap murid juga bisa menggambar atau menulis jurnal.
Gunakan kegiatan dalam kelompok. Contohnya, bagilah anak-anak ke dalam kelompok-kelompok dan mainkan "Siapa yang Ingin Menjadi Ahli Waris Kristen?" untuk melihat kembali kebenaran Alkitab dan fakta-fakta yang telah dipelajari selama satu bulan. Permainan ini mendorong pembentukan keterampilan sosial dan menekankan kebenaran Alkitab bahwa Tuhan ingin kita memiliki teman dan bekerja bersama-sama (Kejadian 2:18).
Menonton film. Ada banyak film pendek yang baik untuk ditonton (20 -- 50 menit) yang menceritakan tokoh-tokoh atau peristiwa-peristiwa dalam Alkitab.
Gunakan "role play" untuk memeragakan cerita. Tulislah setiap bagian dalam kertas yang terpisah dengan menggunakan kata-kata yang bisa dibaca oleh anak-anak.
Permainan detektif Alkitab. Misalnya, biarkan anak-anak menemukan kata-kata yang bisa mereka gunakan untuk memuji Tuhan dalam doa. Berikan daftar ayat-ayat yang bisa mereka baca untuk menemukan kata tersebut. Tulislah penemuan mereka di papan tulis. Gunakan pendekatan ini untuk kegiatan lain, misalnya belajar tentang seseorang dalam tokoh Alkitab atau makanan yang disebutkan pada zaman Alkitab.
Ajaklah seorang wakil pemimpin yang memiliki sifat yang berkebalikan dengan Anda. Misalnya, bila Anda ingin pendekatan yang aktif, ajaklah wakil pemimpin yang suka dengan pendekatan yang pasif dan Anda berdua bisa melakukan yang terbaik dari yang Anda suka.
Rayakan keberhasilan. Pekerjaan yang dilakukan dengan baik akan selalu dikenang. Berikan penghargaan kepada murid-murid setelah mereka belajar satu ayat hafalan. Bila seluruh kelas menguasai permainan, misalnya menghapal "Doa Bapa Kami", pertimbangkan untuk merayakannya dengan kue saat istirahat. Gunakan perayaan-perayaan sebagai penjangkauan (outreach) dengan mendorong anak-anak untuk mengundang teman-teman mereka ke perayaan-perayaan yang diadakan selama jam sekolah minggu.
Bahan ini disampaikan untuk membantu para guru yang melayani di pelayanan prasekolah, pelayanan anak-anak, atau sekolah minggu. Melalui bahan ini, para guru bisa mengajarkan kepada anak-anak tentang apa yang Alkitab katakan mengenai Allah dan bagaimana kita hidup supaya berkenan kepada-Nya. (t/Ratri)

Jumat, 22 Maret 2013

PSIKOLOGI REMAJA



Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun (dalam Rice, 1990) mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence).
Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.
Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.
Papalia & Olds (2001) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.
Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia & Olds, 2001).
Yang dimaksud dengan perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001). Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif, misalnya perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak (Papalia dan Olds, 2001). Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan yang dikemukakan Papalia dan Olds (2001), yaitu: (1) perkembangan fisik, (2) perkembangan kognitif, dan (3) perkembangan kepribadian dan sosial.

Aspek-aspek perkembangan pada masa remaja

Perkembangan fisik
Yang dimaksud dengan perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Olds, 2001). Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001).


Perkembangan Kognitif 

Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.

Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Piaget (dalam Papalia & Olds, 2001) mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (dalam Papalia & Olds, 2001).
Tahap formal operations adalah suatu tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal remaja dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya.
Pada tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir lebih logis. Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2001).
Salah satu bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara berpikir egosentrisme (Piaget dalam Papalia & Olds, 2001). Yang dimaksud dengan egosentrisme di sini adalah “ketidakmampuan melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain” (Papalia dan Olds, 2001). Elkind (dalam Beyth-Marom et al., 1993; dalam Papalia & Olds, 2001) mengungkapkan salah satu bentuk cara berpikir egosentrisme yang dikenal dengan istilah personal fabel.
Personal fabel adalah “suatu cerita yang kita katakan pada diri kita sendiri mengenai diri kita sendiri, tetapi [cerita] itu tidaklah benar” . Kata fabel berarti cerita rekaan yang tidak berdasarkan fakta, biasanya dengan tokoh-tokoh hewan. Personal fabel biasanya berisi keyakinan bahwa diri seseorang adalah unik dan memiliki karakteristik khusus yang hebat, yang diyakini benar adanya tanpa menyadari sudut pandang orang lain dan fakta sebenarnya. Papalia dan Olds (2001) dengan mengutip Elkind menjelaskan “personal fable” sebagai berikut :
“Personal fable adalah keyakinan remaja bahwa diri mereka unik dan tidak terpengaruh oleh hukum alam. Belief egosentrik ini mendorong perilaku merusak diri [self-destructive] oleh remaja yang berpikir bahwa diri mereka secara magis terlindung dari bahaya. Misalnya seorang remaja putri berpikir bahwa dirinya tidak mungkin hamil [karena perilaku seksual yang dilakukannya], atau seorang remaja pria berpikir bahwa ia tidak akan sampai meninggal dunia di jalan raya [saat mengendarai mobil], atau remaja yang mencoba-coba obat terlarang [drugs] berpikir bahwa ia tidak akan mengalami kecanduan. Remaja biasanya menganggap bahwa hal-hal itu hanya terjadi pada orang lain, bukan pada dirinya”.
Pendapat Elkind bahwa remaja memiliki semacam perasaan invulnerability yaitu keyakinan bahwa diri mereka tidak mungkin mengalami kejadian yang membahayakan diri, merupakan kutipan yang populer dalam penjelasan berkaitan perilaku berisiko yang dilakukan remaja (Beyth-Marom, dkk., 1993). Umumnya dikemukakan bahwa remaja biasanya dipandang memiliki keyakinan yang tidak realistis yaitu bahwa mereka dapat melakukan perilaku yang dipandang berbahaya tanpa kemungkinan mengalami bahaya itu.
Beyth-Marom, dkk (1993) kemudian membuktikan bahwa ternyata baik remaja maupun orang dewasa memiliki kemungkinan yang sama untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang berisiko merusak diri (self-destructive). Mereka juga mengemukakan adanya derajat yang sama antara remaja dan orang dewasa dalam mempersepsi self-invulnerability. Dengan demikian, kecenderungan melakukan perilaku berisiko dan kecenderungan mempersepsi diri invulnerable menurut Beyth-Marom, dkk., pada remaja dan orang dewasa adalah sama.

Perkembangan kepribadian dan sosial

Yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain (Papalia & Olds, 2001). Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001).

Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar.
Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991).
Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya (Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993; Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan sebagainya (Conger, 1991).

Ciri-ciri Masa Remaja

Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.

  1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.
  2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
  3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.
  4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.
  5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.

Tugas perkembangan remaja 

Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991) antara lain :

  • memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan
  • memperoleh peranan sosial
  • menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif
  • memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
  • mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri
  • memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan
  • mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga
  • membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup
Erikson (1968, dalam Papalia, Olds & Feldman, 2001) mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapi identity versus identity confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial yang diutarakannya. Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of self yang koheren dan peran yang bernilai di masyarakat (Papalia, Olds & Feldman, 2001).
Untuk menyelesaikan krisis ini remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah nantinya ia akan berhasil atau gagal yang pada akhirnya menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian mental, dan menentukan peran, sikap, nilai, serta minat yang dimilikinya.


Sumber Pustaka

Aaro, L.E. (1997). Adolescent lifestyle. Dalam A. Baum, S. Newman J. Weinman, R. West and C. McManus (Eds). Cambridge Handbook of Psychology, Health and Medicine (65-67). Cambridge University Press, Cambridge.
Beyth-Marom, R., Austin, L., Fischhoff, B., Palmgren, C., & Jacobs-Quadrel, M. (1993). Perceived consequences of risky behaviors: Adults and adolescents. Journal of Developmental Psychology, 29(3), 549-563
Conger, J.J. (1991). Adolescence and youth (4th ed). New York: Harper Collins
Deaux, K.,F.C,and Wrightman,L.S. (1993). Social psychology in the ‘90s (6th ed.). California : Brooks / Cole Publishing Company.
Gunarsa, S.D. (1988). Psikologi remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Gunarsa, S.D. (1990). Dasar dan teori perkembangan anak. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hurlock, E. B. (1990). Developmental psychology: a lifespan approach. Boston: McGraw-Hill.
Hurlock, E. B. (1973). Adolescent development. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha.
Monks, F.J., Knoers, A. M. P., Haditono, S. R. (1991) Psikologi perkembangan : Pengantar dalam berbagai bagiannya (cetakan ke-7). Yogya: Gajah Mada University Press.
Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. (2001). Human development (8th ed.). Boston: McGraw-Hill
Rice, F.P. (1990). The adolescent development, relationship & culture (6th ed.). Boston: Ally & Bacon
Santrock, J.W. (2001). Adolescence (8th ed.). North America: McGraw-Hill.
sumber : http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/remaja.html
Entry Filed under: psikologi. .

Meningkatkan Motivasi Anak untuk Belajar




  1. Dengan memperlihatkan semenjak dini kepadanya bahwa guru maupun orangtua mau menghargai karya-karya orang lain, gemar belajar, dan senang membaca buku. Biasanya anak mencontoh perilaku guru dan orangtua yang seperti itu.
  2. Dengan membacakan cerita yang menarik sesuai tingkat perkembangan anak. Pelan-pelan anak akan terdorong untuk bisa dan mau membaca sendiri, untuk memuaskan rasa ingin tahunya terhadap berbagai hal.
  3. Dengan memberikan permainan yang edukatif sejak dini, untuk merangsang perkembangan penalaran, sikap, keterampilan motorik, dan kreativitas.
  4. Dengan memberi pujian yang wajar terhadap setiap hasil karya anak. Pemberian pujian (apalagi penghargaan). Ini umumnya meningkatkan motivasinya untuk berkarya, atau berusaha lebih bagus lagi.

MENDIDIK ANAK SESUAI ZAMAN DAN KEMAMPUANNYA


Eko Marsidi

1.  Pengaruh Teknologi
-        Perbedaan
a.  Anak-anak dulu permainan terbatas, sehingga kebanyakan membuat sendiri (kreatif)
b. Anak-anak sekarang permainan sudah lengkap dan segala kebutuhan terlengkapi.

2.  Budaya Kekerasan
-        Media Film, TV, Lagu, Novel, Cergam dll.
-        Hidup dalam keluarga yang tidak utuh
a.  Bercerai
b. Sibuk bekerja dll.
c.   Kehidupan Moral & Agama makin ditinggalkan
d. Orang tua kurang peduli dengan perkembangan mentalnya, hanya memberi kecukupan materi.

3.  Generasi NET
-        Berputat pada diri sendiri & memuaskan kepentingannya.
-        Bergantung pada diri sendiri
-        Dipengaruhi simbol-simbol global (ingin memiliki apa yang teman punya)
-        Biasa hidup mewah (membeli barang bukan yang dibutuhkan tetapi yang diinginkan)
-        Kecanduan media





4.  Yang dapat dilakukan orang tua/ Guru
-        Sifat yang dibutuhkan dalam membimbing & dekat dengan anak.
a.  Menepati janji (Jujur, disiplin dan tanggung jawab)
b. Rasa humor
c.   Flexibel (dapat menyesuaikan dengan anak)

5.  Cinta sebagai dasar komunikasi dengan anak
-        Cinta adalah dasar dari bangunan relasi orang tua dan anak.
-        Anak membutuhkan kehadiran kita
-        Membangun komunikasi dengan (ngobrol, makan bersama, main bersama dll)
-        Tidak membedakan anak satu dengan lainnya
-        Hindarkan kekerasan terutama secara psikis (mengejek, melecehkan, menolak dll)

LIMA BAHASA CUNTA ANAK

1.  Berikan kata-kata pujian dan Afirmasi
-        Lakukan pujian dengan tulus & spesifik apa yang di usahakan bukan hasilnya.
-        Arahkan kata-kata afeksi pada perasaannya
a.  Saya senang kamu . . . . . . .
b. Saya bangga punya anak/murid kamu . . . . .
c.   Jika saya harus memilih anak di dunia ini saya pasti milih kamu.
d. Kamu memang anak yang mengagumkan
e.   Aku bangga menjadi orang tua/guru dsb.






Ucapkan kata-kata seperti ini didepan anggota keluarga lain tetapi bukan didepan temannya. Jika perlu disertai tepuk tangan atau acungan jempol.

2.  Sentuhan Fisik
     Sentuhan fisik sangat dibutuhkan , tetapi lakukan dengan memperhatikan situasi, kondisi dan tepat waktu

3. Waktu yang berkualitas
    Anak membutuhkan waktu yang tidak terbagi-bagi/beri perhatian yang penuh

4.  Tindakan Pelayanan
Pelayanan harus diberikan dengan surela, bukan terpaksa

5.  Pemberian (Gifts)
-        Sesuatu yang dapat dilihat & dirasakan, sebagai bukti cinta tanpa syarat.
-        Pemberian karena anak ...... maka itu bukanlah gifts
-        Pemberian hadih diusahakan ada seremoni, ada ucapan cinta pada anak
a.  Aku berikan ini karena aku mencintaimu
b. Aku merasa bangga akan kamu
c.   Aku merasa kamu penting dalam hidupku
-   Dalam pemberian perhatikan minat dan kebutuhan.

Rabu, 20 Maret 2013

Melatih Disiplin Diri



David Beckham adalah gelandang sepakbola dari Inggris yang terkenal. Dia punya tendangan yang akurat. Ketika ditanya wartawan: "Bagaimana rasanya menjadi orang terkenal?" Apa jawaban Beckham? "Orang-orang hanya mengenal aku saat ini. Mereka tidak tahu., untuk mencapai prestasi ini, tiap hari aku harus menendang bola sampai ratusan kali.”
Beckham sekarang menikmati buah dari kedisiplinan diri. Disiplin diri adalah kemampuan untuk mengendalikan diri berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Dalam Alkitab, disiplin tergambar dalam kata "ketaatan". Orang yang berdisiplin akan meraih sukses karena terlatih, memfokuskan tujuan dan konsisten dengan prioritasnya. itu. Berikut kiat untuk mengasah kedisiplinan:

Mulai dari Hal-hal Kecil
Bersihkan kamar dan meja kerja Anda. Lalu latihlah untuk selalu meletakkan barang-barang selalu pada tempat semestinya. Setelah itu, perluaskan wilayah kedisiplinan itu menjadi rumah atau kantor Anda. Kerapian ini akan melatih Anda berdisiplin karena memaksa Anda mengatur diri sendiri mulai dari hal-hal yang remeh.

Organisasikan Diri Anda.
Buatlah jadwal dan patuhi. Buatlah daftar hal-hal yang akan Anda kerjakan. Gunakan buku agenda harian. Sekarang kita semakin dipermudah dengan tersedianyaorganizer di PDA, handphone atau notebook. Gunakan fasilitas reminder untuk mengatur waktu Anda. Jika dalam hal waktu, saja Anda tidak bisa mengendalikan, maka Anda pun cenderung tidak bisa mengendalikan hal yang lainnya juga.

Gunakan Waktu Luang Secara Produktif
Membaca buku, mendengarkan musik, berjalan-jalan atau ngobrol dengan teman, adalah cara yang baik sekaligus menghibur untuk "membunuh" waktu. Carilah hiburan yang menantang dan memacu Anda untuk lebih kreatif.

Tepat Waktu
Jika Anda, punya janjian dengan seseorang, usahakan tepat waktu. Rasul Paulus mengatakan bahwa menggunakan waktu dengan tepat adalah ciri orang yang arif (Ef.5:15-16). Itu juga tanda bahwa hidupnya terkelola dengan baik.baik. Selalu tepat waktu juga pertanda bahwa orang itu selalu menghargai orang lain.

Tepati Janji
 "Jangan kerjakan apa yang tidak bisa kamu lakukan," kata George Washington muda pada dirinya sendiri, "tepatilah yang telah kamu janjikan." Jika Anda akan membuat janji, pertimbangkan masak-masak. Salah satu dari aspek disiplin adalah menilai diri Anda, apakah memiliki waktu dan kemampuan untuk melakukan sesuatu. Begitu Anda menjanjikannya maka dengan disiplin diri akan memampukan Anda untuk mewujudkannya.

Kerjakan Tugas yang Paling Sulit dan Prioritas Tinggi Lebih Dulu.
Banyak orang yang justru mengerjakan lebih dulu tugas paling mudah, yang berprioritas rendah. Akibatnya ketika tenaga, dan waktu mereka sudah habis, mereka tidak mampu lagi menyelesaikan tugas yang lebih sulit dan lebih penting itu.

Terimalah Nasihat
Nasihat dapat membentuk kedisiplinan dengan menunjukkan apa saja perlu dihindari. Karena itu terimalah nasihat (termasuk juga kritik) dengan sukacita. Salomo menulis.
"Dengarkanlah nasihat dan terimalah didikan, supaya engkau menjadi bijak di masa depan!' (Am. 19:20). Baca juga Amsal 15:3 1-32

Praktikkan Penyangkalan Diri
Belajarlah untuk menolak hawa nafsu yang negatif. Sesekali, tolaklah keinginan yang membuat Anda menikmatinya. Misalnya jika Anda suka tidur siang, cobalah untuk mencari kegiatan selama siang itu. jika Anda suka minum kopi setelah bangun tidur, cobalah minum air putih saja. Dengan menahan diri seperti ini, akan melatih Anda mengendalikan tubuh Anda.

Terimalah Tanggung Jawab
Tawarkan diri Anda. untuk mengerjakan tugas tertentu. Dengan begitu, Anda mendapat kesempatan untuk berlatih mengelola waktu.