|
|
|
Selasa, 26 Maret 2013
Mengenal Anak hyperaktif
MENUMBUHKAN PERCAYA DIRI ANAK
Rasa percaya diri merupakan
pelindung bagi seorang anak, dalam menghadapi berbagai tantangan dihadapannya
kelak. Anak-anak yang merasa bahagia akan keadaan dirinya, akan mudah saat
menghadapi konflik dan tahan terhadap hal-hal negatif.
Seorang anak yang percaya dirinya cukup tinggi, akan menikmati kehidupannya, ia akan lebih bersikap realistis, positif dalam memandang suatu masalah dan umumnya optimis dalam menghadapinya.
Sebaliknya seorang anak yang kurang puas dengan kondisinya, akan merasa cemas dan frustasi menghadapi tantangan ke depan. Anak-anak yang berpikir buruk tentang dirinya pun, akan mengalami kesulitan menemukan cara untuk menghadapi masalah.
Karena itu, sebagai orangtua Anda berkewajiban untuk membuat kehidupan si kecil selalu bahagia, sehingga ia memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan optimis dalam menatap masa depannya.
Rasa percaya diri juga dibangun lewat pola asuh, saat memasuki usia balita, mulailah memberikan kebebasan pada si kecil untuk melakukan sesuatu secara sendiri. Sehingga ia pun secara tak langsung akan mulai menghargai diri sendiri berkat kemampuannya tersebut.
Misalnya saat ia mulai makan sendiri, pada awalnya mungkin akan berantakan. Bila kita membiarkannya terus mencoba, meski harus gagal berkali-kali, ketika akhirnya ia mampu melakukannya dengan baik, konsep dirinya akan terbentuk bahwa ia pun mampu melakukan sesuatu dengan baik.
Dalam berinteraksi dengan orang lain, rasa percaya diri memegang peranan penting. Di sini keterlibatan orangtua diperlukan, untuk menolong si kecil membangun interaksi yang baik dengan orang lain. Semakin pandai ia membaur di suatu lingkungan, semakin tinggi rasa percaya dirinya.
Seorang anak yang merasa tidak dicintai, akan berkembang menjadi seseorang yang kurang menghargai dirinya. Begitu pun anak yang dicintai tapi merasa merasa ragu dengan dirinya sendiri, pada akhirnya akan kurang mampu menghargai diri dan rasa percaya dirinya pun rendah.
Sangat wajar bila seorang anak memiliki rasa percaya diri yang masih fluktuatif, dan terus belajar melalui pengalamannya. Lingkungan juga akan membentuk persepsi baru tentang dirinya, sehingga ada baiknya orangtua terus mencermati perkembangan rasa percaya diri buah hatinya.
Berikut ciri-ciri seorang anak yang memiliki rasa percaya diri rendah:
1. Cenderung enggan melalukan sesuatu yang baru.
2. Sering menilai buruk dirinya sendiri, dengan mengatakan "Saya memang bodoh, saya memang buruk" atau "Enggak ada gunanya saya belajar ini" dan "tidak ada yang memperhatikan aku".
3. Mudah menyerah, menunggu orang lain yang melakukan dan takut bersaing dengan teman sebayanya.
4. Menunjukkan toleransi yang rendah dan mudah frustasi.
5. Tidak kuat menghadapi kritikan dan mudah kecewa dengan keadaan dirinya.
6. Cenderung menarik diri dan bersikap pesimis.
Tanda-tanda anak yang percaya dirinya tinggi:
1. Mampu menghargai dirinya sendiri, dengan selalu bergembira saat bersama teman-temannya.
2. Merasa nyaman dan bersemangat dalam kegiatan berkelompok, maupun kegiatan sendiri.
3. Senang menghadapi tantangan dan mampu mencari solusinya.
4. Mampu bersuara lantang, tanpa bermaksud sombong maupun melecehkan orang lain.
5. Lebih suka mengatakan 'saya tidak tahu cara mengerjakannya' daripada 'saya memang bodoh, tak bisa melakukannya'.
6. Mampu menerima apa adanya, sesuai dengan kelebihan dan kelemahan diri tapi tetap memandangnya dengan optimis.
Untuk meningkatkan percaya diri si kecil, apa yang dapat Anda lakukan?
- Perhatikan ucapan Anda
Anak-anak sangat sensitif dengan ucapan orangtuanya, terus menghargai usaha si kecil untuk mencapai sukses. Bila ia mengalami kegagalan, hibur lah dengan mengatakan 'lain kali kalau kamu berusaha lebih keras lagi, pasti berhasil' atau 'meski tidak berhasil, tapi Mama bangga dengan usaha kamu'. Hiburlah ia dengan menghargai usahanya, tanpa memberi harapan yang terlalu jauh.
- Jadilah model yang positif
Orangtua adalah cermin anak, sehingga bila Anda pesimis dan tidak yakin dengan kemampuan diri, maka si kecil pun akan melakukan hal yang sama. Karena itu tingkatkan terus percaya diri Anda, agar bisa menjadi contoh bagi si kecil.
- Kenali dan pahami buah hati Anda
Bantulah si kecil untuk membentuk rasa percaya diri yang lebih akurat dan realistis, sehingga ia memiliki konsep diri yang lebih sehat. Sebab bila dibiarkan, persepsi diri yang tak akurat akan membekas hingga ia beranjak dewasa.
Misalnya saat si kecil mendapatkan nilai jelek di pelajaran matematika dan mengatakan, 'aku tidak bisa matematika, aku bodoh'. Maka masalahnya bukan hanya ia tak bisa, tapi juga kepercayaan dirinya yang rendah sehingga selalu gagal.
Bantulah dengan memberinya dukungan, seperti 'Kamu murid yang baik dan sudah melakukan hal yang tepat, kalau memang kamu butuh bantuan kita bisa melakukannya bersama-sama. Sehingga kamu bisa mengerjakan tugas lainnya'.
- Bersikaplah spontan dan mesra
Suntikan rasa cinta pada si kecil sehingga ia mampu membangun citra dirinya secara positif, jangan ragu pula memberinya pelukan. Katakan bahwa Anda bangga dengan usaha yang ia lakukan, katakanlah dengan tulus karena ia tahu mana perkataan Anda yang jujur dan mana yang tidak.
- Beri sambutan yang positif dan tepat
Hindari menggunakan kata-kata negatif yang membuat si kecil mempercayainya, akan lebih baik bila Anda mengatakan yang jauh lebih baik. Misalnya, 'Kamu boleh membantu, tapi hati-hati dan lakukan yang kamu mampu'. Pernyataan ini untuk mengakui perasaan si kecil dan menghargai pilihan yang dilakukannya, sehingga lain kalli ia dapat belajar mengungkapkan perasaannya.
- Ciptakan lingkungan pengasuhan yang nyaman di rumah
Seorang anak yang merasa tidak aman atau mengalami kekerasan dalam rumah, akan menderita dan membuatnya tidak menghargai diri sendiri. Anak yang sering melihat orangtuanya bertengkar akan mengalami depresi dan menarik diri.
- Pastikan si kecil mendapatkan lingkungan yang nyaman
Perhatikanlah apakah ada tanda-tanda kekerasan yang dialami si kecil dari orang lain, atau masalah di sekolahnya. Apakah berkelahi dengan teman sebaya dan faktor potensial lain yang mengganggu rasa percaya dirinya. Anda harus sensitif dengan tanda-tanda seperti ini.
- Berikan kegiatan yang membangun rasa percaya diri
Ikutsertakan si kecil ke berbagai kegiatan yang membangun kebersamaan, dibanding kompetisi. Ini akan membantunya membangun rasa percaya diri dan menghargai dirinya. Ikut sertakan kegiatan di mana anak yang lebih besar membantu yang lebih kecil, misalnya membaca buku, menalikan sepatu, memasang kancing dan lain-lain.
Seorang anak yang percaya dirinya cukup tinggi, akan menikmati kehidupannya, ia akan lebih bersikap realistis, positif dalam memandang suatu masalah dan umumnya optimis dalam menghadapinya.
Sebaliknya seorang anak yang kurang puas dengan kondisinya, akan merasa cemas dan frustasi menghadapi tantangan ke depan. Anak-anak yang berpikir buruk tentang dirinya pun, akan mengalami kesulitan menemukan cara untuk menghadapi masalah.
Karena itu, sebagai orangtua Anda berkewajiban untuk membuat kehidupan si kecil selalu bahagia, sehingga ia memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan optimis dalam menatap masa depannya.
Rasa percaya diri juga dibangun lewat pola asuh, saat memasuki usia balita, mulailah memberikan kebebasan pada si kecil untuk melakukan sesuatu secara sendiri. Sehingga ia pun secara tak langsung akan mulai menghargai diri sendiri berkat kemampuannya tersebut.
Misalnya saat ia mulai makan sendiri, pada awalnya mungkin akan berantakan. Bila kita membiarkannya terus mencoba, meski harus gagal berkali-kali, ketika akhirnya ia mampu melakukannya dengan baik, konsep dirinya akan terbentuk bahwa ia pun mampu melakukan sesuatu dengan baik.
Dalam berinteraksi dengan orang lain, rasa percaya diri memegang peranan penting. Di sini keterlibatan orangtua diperlukan, untuk menolong si kecil membangun interaksi yang baik dengan orang lain. Semakin pandai ia membaur di suatu lingkungan, semakin tinggi rasa percaya dirinya.
Seorang anak yang merasa tidak dicintai, akan berkembang menjadi seseorang yang kurang menghargai dirinya. Begitu pun anak yang dicintai tapi merasa merasa ragu dengan dirinya sendiri, pada akhirnya akan kurang mampu menghargai diri dan rasa percaya dirinya pun rendah.
Sangat wajar bila seorang anak memiliki rasa percaya diri yang masih fluktuatif, dan terus belajar melalui pengalamannya. Lingkungan juga akan membentuk persepsi baru tentang dirinya, sehingga ada baiknya orangtua terus mencermati perkembangan rasa percaya diri buah hatinya.
Berikut ciri-ciri seorang anak yang memiliki rasa percaya diri rendah:
1. Cenderung enggan melalukan sesuatu yang baru.
2. Sering menilai buruk dirinya sendiri, dengan mengatakan "Saya memang bodoh, saya memang buruk" atau "Enggak ada gunanya saya belajar ini" dan "tidak ada yang memperhatikan aku".
3. Mudah menyerah, menunggu orang lain yang melakukan dan takut bersaing dengan teman sebayanya.
4. Menunjukkan toleransi yang rendah dan mudah frustasi.
5. Tidak kuat menghadapi kritikan dan mudah kecewa dengan keadaan dirinya.
6. Cenderung menarik diri dan bersikap pesimis.
Tanda-tanda anak yang percaya dirinya tinggi:
1. Mampu menghargai dirinya sendiri, dengan selalu bergembira saat bersama teman-temannya.
2. Merasa nyaman dan bersemangat dalam kegiatan berkelompok, maupun kegiatan sendiri.
3. Senang menghadapi tantangan dan mampu mencari solusinya.
4. Mampu bersuara lantang, tanpa bermaksud sombong maupun melecehkan orang lain.
5. Lebih suka mengatakan 'saya tidak tahu cara mengerjakannya' daripada 'saya memang bodoh, tak bisa melakukannya'.
6. Mampu menerima apa adanya, sesuai dengan kelebihan dan kelemahan diri tapi tetap memandangnya dengan optimis.
Untuk meningkatkan percaya diri si kecil, apa yang dapat Anda lakukan?
- Perhatikan ucapan Anda
Anak-anak sangat sensitif dengan ucapan orangtuanya, terus menghargai usaha si kecil untuk mencapai sukses. Bila ia mengalami kegagalan, hibur lah dengan mengatakan 'lain kali kalau kamu berusaha lebih keras lagi, pasti berhasil' atau 'meski tidak berhasil, tapi Mama bangga dengan usaha kamu'. Hiburlah ia dengan menghargai usahanya, tanpa memberi harapan yang terlalu jauh.
- Jadilah model yang positif
Orangtua adalah cermin anak, sehingga bila Anda pesimis dan tidak yakin dengan kemampuan diri, maka si kecil pun akan melakukan hal yang sama. Karena itu tingkatkan terus percaya diri Anda, agar bisa menjadi contoh bagi si kecil.
- Kenali dan pahami buah hati Anda
Bantulah si kecil untuk membentuk rasa percaya diri yang lebih akurat dan realistis, sehingga ia memiliki konsep diri yang lebih sehat. Sebab bila dibiarkan, persepsi diri yang tak akurat akan membekas hingga ia beranjak dewasa.
Misalnya saat si kecil mendapatkan nilai jelek di pelajaran matematika dan mengatakan, 'aku tidak bisa matematika, aku bodoh'. Maka masalahnya bukan hanya ia tak bisa, tapi juga kepercayaan dirinya yang rendah sehingga selalu gagal.
Bantulah dengan memberinya dukungan, seperti 'Kamu murid yang baik dan sudah melakukan hal yang tepat, kalau memang kamu butuh bantuan kita bisa melakukannya bersama-sama. Sehingga kamu bisa mengerjakan tugas lainnya'.
- Bersikaplah spontan dan mesra
Suntikan rasa cinta pada si kecil sehingga ia mampu membangun citra dirinya secara positif, jangan ragu pula memberinya pelukan. Katakan bahwa Anda bangga dengan usaha yang ia lakukan, katakanlah dengan tulus karena ia tahu mana perkataan Anda yang jujur dan mana yang tidak.
- Beri sambutan yang positif dan tepat
Hindari menggunakan kata-kata negatif yang membuat si kecil mempercayainya, akan lebih baik bila Anda mengatakan yang jauh lebih baik. Misalnya, 'Kamu boleh membantu, tapi hati-hati dan lakukan yang kamu mampu'. Pernyataan ini untuk mengakui perasaan si kecil dan menghargai pilihan yang dilakukannya, sehingga lain kalli ia dapat belajar mengungkapkan perasaannya.
- Ciptakan lingkungan pengasuhan yang nyaman di rumah
Seorang anak yang merasa tidak aman atau mengalami kekerasan dalam rumah, akan menderita dan membuatnya tidak menghargai diri sendiri. Anak yang sering melihat orangtuanya bertengkar akan mengalami depresi dan menarik diri.
- Pastikan si kecil mendapatkan lingkungan yang nyaman
Perhatikanlah apakah ada tanda-tanda kekerasan yang dialami si kecil dari orang lain, atau masalah di sekolahnya. Apakah berkelahi dengan teman sebaya dan faktor potensial lain yang mengganggu rasa percaya dirinya. Anda harus sensitif dengan tanda-tanda seperti ini.
- Berikan kegiatan yang membangun rasa percaya diri
Ikutsertakan si kecil ke berbagai kegiatan yang membangun kebersamaan, dibanding kompetisi. Ini akan membantunya membangun rasa percaya diri dan menghargai dirinya. Ikut sertakan kegiatan di mana anak yang lebih besar membantu yang lebih kecil, misalnya membaca buku, menalikan sepatu, memasang kancing dan lain-lain.
(Sumber: artikel Psikologi)
Teknik Mengajar: Menggunakan Sumber-Sumber di Sekitar Kita
Metode mengajar yang seperti
apakah yang paling efektif? Jawabannya tergantung pada anak-anak yang ada di
kelas. Beberapa anak bisa mendengarkan dan belajar. Anak-anak yang lain bisa
belajar dengan langsung mempraktikkannya. Beberapa anak lainnya bisa belajar
dengan baik melalui cara-cara mereka sendiri. Anak-anak yang lain lagi perlu
interaksi dalam kelompok supaya bisa belajar. Teknik mengajar berikut ini
mungkin bisa memberi Anda ide-ide untuk memanfaatkan sumber-sumber di sekitar
yang bisa Anda gunakan di kelas Anda.
Gunakan pendekatan aktif dan pasif
secara bergantian. Misalnya, Anda bisa memulainya dengan "Brain
Teasers" (pemanasan). Anda bisa memulai dengan pelan-pelan menyebutkan
semua ciptaan Tuhan. Lanjutkan dengan cerita Alkitab di mana anak-anak
mendengarkan dengan tenang dan menjawab pertanyaan. Anda bisa menggunakan
permainan untuk membantu anak-anak mempelajari ayat hafalan. Pendekatan ini
bisa dirancang terlebih dahulu dan membantu mencegah kebosanan.
Gunakan tempat terbuka. Anak-anak
menyukai kegiatan di luar ruangan. Anda bisa mengajarkan tentang kehidupan
pada zaman Alkitab dengan membagikan roti yang telah dipotong-potong dan
duduk-duduk di taman dengan beralaskan tikar. Anda juga bisa menceritakan
kembali cerita "Manusia Jatuh ke Dalam Dosa" (Kejadian 3),
atau biarkan anak-anak bermain-main di taman. Pastikan tidak ada anak yang
tertinggal pada saat Anda meninggalkan taman tersebut.
Gunakan musik. Ajaklah pemain
gitar, piano, atau keyboard untuk memimpin pujian yang akan membantu
anak-anak mempelajari Alkitab atau Sepuluh Hukum Tuhan. Beranikan diri dan
pimpinlah sendiri kegiatan ini.
Gunakan seni. Anak-anak senang
mengekspresikan diri mereka sendiri. Pilihlah suatu kegiatan yang bisa mereka
kerjakan sendiri atau yang membutuhkan sedikit pengawasan untuk membangun
percaya diri mereka. Mereka bisa membuat suatu gambar yang menunjukkan apa
yang telah mereka pelajari. Mereka bisa mewarnai gambar atau menulis ayat
hafalan di kertas papirus dengan menggunakan tinta dan stik.
Gunakan pengulangan. Pilihlah
suatu aktivitas cerita Alkitab, "Brain Teaser", ayat hafalan, dan
permainan yang menekankan pelajaran yang sama dengan yang Anda ajarkan hari
itu.
Gunakan peralatan visual. Siapkan
suatu tantangan yang cukup besar (seukuran tembok), misalnya mengingat
Sepuluh Perintah Tuhan. Buatlah daftar kitab dalam Alkitab di tembok
tersebut. Cetaklah gambar-gambarnya dan gantungkan di tembok untuk
mengingatkan anak-anak pada apa yang telah mereka pelajari atau biarkan
anak-anak menggambar apa yang telah pelajari dan menggantungkannya di tembok.
Menghapal Alkitab. Berikan daftar
ayat hapalan yang telah mereka pelajari bulan lalu dan mintalah mereka untuk
menemukan ayat-ayat tersebut di Alkitab. Anda juga bisa minta mereka untuk
menemukan suatu kitab yang namanya sama dengan tokoh wanita dalam Alkitab dan
satu kitab yang namanya sama dengan tokoh pria dalam Alkitab. Siapa yang
lebih dulu menemukan, suruhlah berdiri.
Gunakan kegiatan individul. Setiap
Minggu, jadwalkan setidaknya satu kegiatan yang meminta setiap anak untuk
belajar secara individu. Setiap anak bisa mengatakan ayat hafalan itu sendiri
selama perlombaan. Setiap murid juga bisa menggambar atau menulis jurnal.
Gunakan kegiatan dalam kelompok.
Contohnya, bagilah anak-anak ke dalam kelompok-kelompok dan mainkan
"Siapa yang Ingin Menjadi Ahli Waris Kristen?" untuk melihat
kembali kebenaran Alkitab dan fakta-fakta yang telah dipelajari selama satu
bulan. Permainan ini mendorong pembentukan keterampilan sosial dan menekankan
kebenaran Alkitab bahwa Tuhan ingin kita memiliki teman dan bekerja
bersama-sama (Kejadian 2:18).
Menonton film. Ada banyak film
pendek yang baik untuk ditonton (20 -- 50 menit) yang menceritakan
tokoh-tokoh atau peristiwa-peristiwa dalam Alkitab.
Gunakan "role play"
untuk memeragakan cerita. Tulislah setiap bagian dalam kertas yang terpisah
dengan menggunakan kata-kata yang bisa dibaca oleh anak-anak.
Permainan detektif Alkitab.
Misalnya, biarkan anak-anak menemukan kata-kata yang bisa mereka gunakan
untuk memuji Tuhan dalam doa. Berikan daftar ayat-ayat yang bisa mereka baca
untuk menemukan kata tersebut. Tulislah penemuan mereka di papan tulis.
Gunakan pendekatan ini untuk kegiatan lain, misalnya belajar tentang
seseorang dalam tokoh Alkitab atau makanan yang disebutkan pada zaman
Alkitab.
Ajaklah seorang wakil pemimpin
yang memiliki sifat yang berkebalikan dengan Anda. Misalnya, bila Anda ingin
pendekatan yang aktif, ajaklah wakil pemimpin yang suka dengan pendekatan
yang pasif dan Anda berdua bisa melakukan yang terbaik dari yang Anda suka.
Rayakan keberhasilan. Pekerjaan
yang dilakukan dengan baik akan selalu dikenang. Berikan penghargaan kepada
murid-murid setelah mereka belajar satu ayat hafalan. Bila seluruh kelas
menguasai permainan, misalnya menghapal "Doa Bapa Kami",
pertimbangkan untuk merayakannya dengan kue saat istirahat. Gunakan
perayaan-perayaan sebagai penjangkauan (outreach) dengan mendorong anak-anak
untuk mengundang teman-teman mereka ke perayaan-perayaan yang diadakan selama
jam sekolah minggu.
Bahan ini disampaikan untuk
membantu para guru yang melayani di pelayanan prasekolah, pelayanan
anak-anak, atau sekolah minggu. Melalui bahan ini, para guru bisa mengajarkan
kepada anak-anak tentang apa yang Alkitab katakan mengenai Allah dan
bagaimana kita hidup supaya berkenan kepada-Nya. (t/Ratri)
|
Jumat, 22 Maret 2013
PSIKOLOGI REMAJA
Kata
“remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak
tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun (dalam Rice,
1990) mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak
dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja
(adolescent) secara eksplisit
melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence).
Menurut Papalia dan Olds (2001),
masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa
dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada
usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.
Menurut Adams & Gullota
(dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun.
Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13
hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18
tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa
remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati
masa dewasa.
Papalia & Olds (2001)
berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa.
Sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa remaja
terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan
dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan
dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan
proses pembentukan orientasi masa depan.
Transisi perkembangan pada masa
remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun
sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari masa
kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan
masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses
kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif
yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia
& Olds, 2001).
Yang dimaksud dengan perkembangan
adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds,
2001). Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan
tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif, misalnya perubahan cara berpikir
secara konkret menjadi abstrak (Papalia dan Olds, 2001). Perkembangan dalam
kehidupan manusia terjadi pada aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek
perkembangan yang dikemukakan Papalia dan Olds (2001), yaitu: (1) perkembangan
fisik, (2) perkembangan kognitif, dan (3) perkembangan kepribadian dan sosial.
Aspek-aspek perkembangan
pada masa remaja
Perkembangan fisik
Yang dimaksud dengan perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh,
otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Olds, 2001).
Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh,
pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi
reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya
adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan.
Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan
kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001).
Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja termotivasi untuk
memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan
Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi
yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif
mereka. Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih
penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut.
Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati,
tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu
ide baru.
Perkembangan kognitif adalah
perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan
bahasa. Piaget (dalam Papalia & Olds, 2001) mengemukakan bahwa pada masa
remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang
telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi
memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan
kognitif ini sebagai tahap operasi formal (dalam Papalia & Olds, 2001).
Tahap formal operations adalah
suatu tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir secara abstrak. Seorang
remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang
benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal remaja dapat berpikir
dengan fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu menemukan alternatif
jawaban atau penjelasan tentang suatu hal. Berbeda dengan seorang anak yang
baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan
untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Remaja
sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu
bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan
pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian,
seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk
adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya.
Pada tahap ini, remaja juga sudah
mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai
membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif yang
terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk
berpikir lebih logis. Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai
peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu
tujuan di masa depan (Santrock, 2001).
Salah satu bagian perkembangan
kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah
kecenderungan cara berpikir egosentrisme (Piaget dalam Papalia & Olds,
2001). Yang dimaksud dengan egosentrisme di sini adalah “ketidakmampuan melihat
suatu hal dari sudut pandang orang lain” (Papalia dan Olds, 2001). Elkind (dalam
Beyth-Marom et al., 1993; dalam Papalia & Olds, 2001) mengungkapkan salah
satu bentuk cara berpikir egosentrisme yang dikenal dengan istilah personal
fabel.
Personal fabel adalah “suatu
cerita yang kita katakan pada diri kita sendiri mengenai diri kita sendiri,
tetapi [cerita] itu tidaklah benar” . Kata fabel berarti cerita rekaan yang
tidak berdasarkan fakta, biasanya dengan tokoh-tokoh hewan. Personal fabel
biasanya berisi keyakinan bahwa diri seseorang adalah unik dan memiliki
karakteristik khusus yang hebat, yang diyakini benar adanya tanpa menyadari
sudut pandang orang lain dan fakta sebenarnya. Papalia dan Olds (2001) dengan
mengutip Elkind menjelaskan “personal fable” sebagai berikut :
“Personal fable adalah keyakinan
remaja bahwa diri mereka unik dan tidak terpengaruh oleh hukum alam. Belief
egosentrik ini mendorong perilaku merusak diri [self-destructive] oleh remaja
yang berpikir bahwa diri mereka secara magis terlindung dari bahaya. Misalnya
seorang remaja putri berpikir bahwa dirinya tidak mungkin hamil [karena
perilaku seksual yang dilakukannya], atau seorang remaja pria berpikir bahwa ia
tidak akan sampai meninggal dunia di jalan raya [saat mengendarai mobil], atau
remaja yang mencoba-coba obat terlarang [drugs] berpikir bahwa ia tidak akan mengalami
kecanduan. Remaja biasanya menganggap bahwa hal-hal itu hanya terjadi pada
orang lain, bukan pada dirinya”.
Pendapat Elkind bahwa remaja
memiliki semacam perasaan invulnerability yaitu keyakinan bahwa diri mereka
tidak mungkin mengalami kejadian yang membahayakan diri, merupakan kutipan yang
populer dalam penjelasan berkaitan perilaku berisiko yang dilakukan remaja
(Beyth-Marom, dkk., 1993). Umumnya dikemukakan bahwa remaja biasanya dipandang
memiliki keyakinan yang tidak realistis yaitu bahwa mereka dapat melakukan
perilaku yang dipandang berbahaya tanpa kemungkinan mengalami bahaya itu.
Beyth-Marom, dkk (1993) kemudian
membuktikan bahwa ternyata baik remaja maupun orang dewasa memiliki kemungkinan
yang sama untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang berisiko merusak
diri (self-destructive). Mereka juga mengemukakan adanya derajat yang sama
antara remaja dan orang dewasa dalam mempersepsi self-invulnerability. Dengan
demikian, kecenderungan melakukan perilaku berisiko dan kecenderungan mempersepsi
diri invulnerable menurut Beyth-Marom, dkk., pada remaja dan orang dewasa
adalah sama.
Perkembangan kepribadian dan
sosial
Yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu
berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan
perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain
(Papalia & Olds, 2001). Perkembangan kepribadian yang penting pada masa
remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian
identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang
penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001).
Perkembangan sosial pada masa
remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger,
1991; Papalia & Olds, 2001). Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih
banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra
kurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001).
Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar.
Pada diri remaja, pengaruh
lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah
mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya
sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh
tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991).
Kelompok teman sebaya diakui
dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang
perilakunya (Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993;
Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan Papalia & Olds (2001)
mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi
remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi
remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara
berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan sebagainya
(Conger, 1991).
Ciri-ciri Masa Remaja
Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan
yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa
remaja.
- Peningkatan emosional yang terjadi secara
cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm &
stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik
terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial,
peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi
baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan
tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak
lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan
bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk
seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang
duduk di awal-awal masa kuliah.
- Perubahan yang cepat secara fisik yang juga
disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa
tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang
terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi,
pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi
badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep
diri remaja.
- Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya
dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang
menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal
menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya
tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan
untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih
penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja
tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama,
tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.
- Perubahan nilai, dimana apa yang mereka
anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah
mendekati dewasa.
- Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam
menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan
kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang
menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri
untuk memikul tanggung jawab tersebut.
Tugas perkembangan remaja
Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991) antara lain :
- memperluas hubungan antara pribadi dan
berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki
maupun perempuan
- memperoleh peranan sosial
- menerima kebutuhannya dan menggunakannya
dengan efektif
- memperoleh kebebasan emosional dari orangtua
dan orang dewasa lainnya
- mencapai kepastian akan kebebasan dan
kemampuan berdiri sendiri
- memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan
- mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga
- membentuk sistem nilai, moralitas dan
falsafah hidup
Erikson (1968, dalam Papalia,
Olds & Feldman, 2001) mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapi
identity versus identity confusion, yang merupakan krisis
ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial yang diutarakannya. Tugas
perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja
dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of self yang koheren dan
peran yang bernilai di masyarakat (Papalia, Olds & Feldman, 2001).
Untuk menyelesaikan krisis ini
remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam
masyarakat, apakah nantinya ia akan berhasil atau gagal yang pada akhirnya
menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian mental, dan menentukan
peran, sikap, nilai, serta minat yang dimilikinya.
Sumber Pustaka
Aaro, L.E. (1997). Adolescent
lifestyle. Dalam A. Baum, S.
Newman J. Weinman, R. West and C. McManus (Eds). Cambridge Handbook of
Psychology, Health and Medicine (65-67). Cambridge University Press,
Cambridge.
Beyth-Marom, R., Austin, L.,
Fischhoff, B., Palmgren, C., & Jacobs-Quadrel, M. (1993). Perceived consequences
of risky behaviors: Adults and adolescents. Journal of Developmental
Psychology, 29(3), 549-563
Conger, J.J. (1991). Adolescence
and youth (4th ed). New York: Harper Collins
Deaux, K.,F.C,and Wrightman,L.S.
(1993). Social psychology in the ‘90s (6th ed.). California : Brooks /
Cole Publishing Company.
Gunarsa, S.D. (1988). Psikologi
remaja. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Gunarsa, S.D. (1990). Dasar
dan teori perkembangan anak. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hurlock, E. B. (1990). Developmental psychology: a lifespan
approach. Boston:
McGraw-Hill.
Hurlock, E. B. (1973). Adolescent
development. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha.
Monks, F.J., Knoers, A. M. P.,
Haditono, S. R. (1991) Psikologi perkembangan : Pengantar dalam berbagai
bagiannya (cetakan ke-7). Yogya: Gajah Mada University Press.
Papalia, D E., Olds, S. W., &
Feldman, Ruth D. (2001). Human development (8th ed.). Boston:
McGraw-Hill
Rice, F.P. (1990). The
adolescent development, relationship & culture (6th ed.). Boston: Ally
& Bacon
Santrock, J.W. (2001). Adolescence
(8th ed.). North America: McGraw-Hill.
sumber :
http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/remaja.html
Entry Filed under: psikologi.
.
Meningkatkan Motivasi Anak untuk Belajar
|
MENDIDIK ANAK SESUAI ZAMAN DAN KEMAMPUANNYA
Eko Marsidi
1. Pengaruh
Teknologi
-
Perbedaan
a. Anak-anak
dulu permainan terbatas, sehingga kebanyakan membuat sendiri (kreatif)
b. Anak-anak sekarang permainan sudah lengkap dan segala
kebutuhan terlengkapi.
2. Budaya Kekerasan
-
Media Film, TV, Lagu, Novel, Cergam dll.
-
Hidup dalam keluarga yang tidak utuh
a. Bercerai
b. Sibuk
bekerja dll.
c. Kehidupan
Moral & Agama makin ditinggalkan
d. Orang tua kurang peduli dengan perkembangan mentalnya,
hanya memberi kecukupan materi.
3. Generasi NET
-
Berputat pada diri
sendiri & memuaskan kepentingannya.
-
Bergantung pada diri
sendiri
-
Dipengaruhi simbol-simbol
global (ingin memiliki apa yang teman punya)
-
Biasa hidup mewah
(membeli barang bukan yang dibutuhkan tetapi yang diinginkan)
-
Kecanduan media
4. Yang dapat dilakukan orang tua/ Guru
-
Sifat yang dibutuhkan
dalam membimbing & dekat dengan anak.
a. Menepati janji (Jujur, disiplin dan tanggung jawab)
b. Rasa humor
c. Flexibel (dapat menyesuaikan dengan anak)
5. Cinta sebagai dasar komunikasi dengan anak
-
Cinta adalah dasar dari
bangunan relasi orang tua dan anak.
-
Anak membutuhkan
kehadiran kita
-
Membangun komunikasi
dengan (ngobrol, makan bersama, main bersama dll)
-
Tidak membedakan anak
satu dengan lainnya
-
Hindarkan kekerasan
terutama secara psikis (mengejek, melecehkan, menolak dll)
LIMA BAHASA CUNTA ANAK
1. Berikan kata-kata pujian dan Afirmasi
-
Lakukan pujian dengan
tulus & spesifik apa yang di usahakan bukan hasilnya.
-
Arahkan kata-kata afeksi
pada perasaannya
a. Saya senang kamu . . . . . . .
b. Saya bangga punya anak/murid kamu . . . . .
c. Jika saya harus memilih anak di dunia ini saya pasti
milih kamu.
d. Kamu memang anak yang mengagumkan
e. Aku bangga menjadi orang tua/guru dsb.
Ucapkan
kata-kata seperti ini didepan anggota keluarga lain tetapi bukan didepan temannya.
Jika perlu disertai tepuk tangan atau acungan jempol.
2. Sentuhan Fisik
Sentuhan fisik
sangat dibutuhkan , tetapi lakukan dengan memperhatikan situasi, kondisi dan
tepat waktu
3. Waktu yang berkualitas
Anak
membutuhkan waktu yang tidak terbagi-bagi/beri perhatian yang penuh
4. Tindakan Pelayanan
Pelayanan
harus diberikan dengan surela, bukan terpaksa
5. Pemberian (Gifts)
-
Sesuatu yang dapat
dilihat & dirasakan, sebagai bukti cinta tanpa syarat.
-
Pemberian karena anak
...... maka itu bukanlah gifts
-
Pemberian hadih
diusahakan ada seremoni, ada ucapan cinta pada anak
a. Aku berikan ini karena aku mencintaimu
b. Aku merasa bangga akan kamu
c.
Aku merasa kamu penting
dalam hidupku
- Dalam pemberian
perhatikan minat dan kebutuhan.
Rabu, 20 Maret 2013
Melatih Disiplin Diri
David Beckham adalah gelandang sepakbola dari Inggris
yang terkenal. Dia punya tendangan yang akurat. Ketika ditanya wartawan:
"Bagaimana rasanya menjadi orang terkenal?" Apa jawaban Beckham?
"Orang-orang hanya mengenal aku saat ini. Mereka tidak tahu., untuk
mencapai prestasi ini, tiap hari aku harus menendang bola sampai ratusan kali.”
Beckham sekarang
menikmati buah dari kedisiplinan diri. Disiplin diri adalah kemampuan untuk
mengendalikan diri berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Dalam Alkitab,
disiplin tergambar dalam kata "ketaatan". Orang yang berdisiplin akan
meraih sukses karena terlatih, memfokuskan tujuan dan konsisten dengan
prioritasnya. itu. Berikut kiat untuk mengasah kedisiplinan:
Mulai dari Hal-hal Kecil
Bersihkan kamar dan meja
kerja Anda. Lalu latihlah untuk selalu meletakkan barang-barang selalu pada
tempat semestinya. Setelah itu, perluaskan wilayah kedisiplinan itu menjadi
rumah atau kantor Anda. Kerapian ini akan melatih Anda berdisiplin karena
memaksa Anda mengatur diri sendiri mulai dari hal-hal yang remeh.
Organisasikan Diri Anda.
Buatlah jadwal dan
patuhi. Buatlah daftar hal-hal yang akan Anda kerjakan. Gunakan buku agenda
harian. Sekarang kita semakin dipermudah dengan tersedianyaorganizer di PDA,
handphone atau notebook. Gunakan fasilitas reminder untuk
mengatur waktu Anda. Jika dalam hal waktu, saja Anda tidak bisa mengendalikan,
maka Anda pun cenderung tidak bisa mengendalikan hal yang lainnya juga.
Gunakan Waktu Luang
Secara Produktif
Membaca buku,
mendengarkan musik, berjalan-jalan atau ngobrol dengan teman, adalah cara yang baik sekaligus
menghibur untuk "membunuh" waktu. Carilah hiburan yang menantang dan
memacu Anda untuk lebih kreatif.
Tepat Waktu
Jika Anda, punya janjian
dengan seseorang, usahakan tepat waktu. Rasul Paulus mengatakan bahwa
menggunakan waktu dengan tepat adalah ciri orang yang arif (Ef.5:15-16). Itu
juga tanda bahwa hidupnya terkelola dengan baik.baik. Selalu tepat waktu juga
pertanda bahwa orang itu selalu menghargai orang lain.
Tepati Janji
"Jangan
kerjakan apa yang tidak bisa kamu lakukan," kata George Washington muda
pada dirinya sendiri, "tepatilah yang telah kamu janjikan." Jika Anda
akan membuat janji, pertimbangkan masak-masak. Salah satu dari aspek disiplin adalah
menilai diri Anda, apakah memiliki waktu dan kemampuan untuk melakukan sesuatu.
Begitu Anda menjanjikannya maka dengan disiplin diri akan memampukan Anda untuk
mewujudkannya.
Kerjakan Tugas yang
Paling Sulit dan Prioritas Tinggi Lebih Dulu.
Banyak orang yang justru
mengerjakan lebih dulu tugas paling mudah, yang berprioritas rendah. Akibatnya
ketika tenaga, dan waktu mereka sudah habis, mereka tidak mampu lagi
menyelesaikan tugas yang lebih sulit dan lebih penting itu.
Terimalah Nasihat
Nasihat
dapat membentuk kedisiplinan dengan menunjukkan apa saja perlu dihindari.
Karena itu terimalah nasihat (termasuk juga kritik) dengan sukacita. Salomo
menulis.
"Dengarkanlah
nasihat dan terimalah didikan, supaya engkau menjadi bijak di masa depan!' (Am.
19:20). Baca juga Amsal 15:3 1-32
Praktikkan Penyangkalan
Diri
Belajarlah untuk menolak
hawa nafsu yang negatif. Sesekali, tolaklah keinginan yang membuat Anda
menikmatinya. Misalnya jika Anda suka tidur siang, cobalah untuk mencari
kegiatan selama siang itu. jika Anda suka minum kopi setelah bangun tidur,
cobalah minum air putih saja. Dengan menahan diri seperti ini, akan melatih
Anda mengendalikan tubuh Anda.
Terimalah Tanggung Jawab
Tawarkan diri Anda.
untuk mengerjakan tugas tertentu. Dengan begitu, Anda mendapat kesempatan untuk
berlatih mengelola waktu.
Langganan:
Postingan (Atom)